Dasar Jurnalisme
Rabu, 20 Januari 2010
Kumpulan Rumus di Dalam Jurnalisme
Dalam setiap pengerjaannya, jurnalisme memiliki rumus-rumus yang harus digunakan agar suatu berita dapat menjadi berita yang baik dan enak dibaca oleh masyarakat. Beberapa rumus itu adalah :

Rumus Mencari Fakta
• 5W + 1H yang paling utama dari unsure itu adalah : what / apa
• Menggunakan 5W + 1H dalam mengumpulkan bahan berita dan dijadikan narasi untuk suatu berita

Rumus Unsur Berita
• Judul berita, bisa dilengkap dengan date line (berita daerah terbit dan tanggal)
• Lead (teras berita)
• Tubuh berita
• Penutup

Syarat Judul Berita
• Tidak boleh terdiri dari kalimat utuh
• Maksimal jumlah kata adalah 9
• Menarik (menimbulkan rasa ingin tahu orang)

Itulah beberapa rumus yang harus diterapkan dalam dunia jurnalisme. Terutama dasar jurnalisme.


Bagi yang ingin belajar tentang ilmu komunikasi silahkan lihat situs ini (komunikasi / communication
posted by Muhammad Agfian Muntaha Adiantho @ 22.10   0 comments
Senin, 11 Januari 2010
Kaitan Jurnalisme dan sistem politik
Setelah membahas kaitan jurnalisme dengan sistem pers, akan lebih lengkap jika kita menyimak tentang kaitan jurnalisme dengan sistem politik. Lalu, apakah hal ini penting? Hmm, bisa jadi penting bisa jadi tidak, tergantung kita mau meihatnya dari sisi mana.

Sistem politik dan kaitannya dengan jurnalisme dilihat dari demokrasi suatu Negara. Karena demokrasi menempatkan pers sebagai kekuatan ke4.

Lepas dari perdebatan tentang jenis demokrasi yang dipraktekkan di Indonesia saat ini, Indonesia perlu memiliki media pers yang melayani kepentingan khalayak. Karena Demokrasi sama dengan masyarakat.

Sebagai pelayan public, media pers memang harus memberikan pendidikan kewarganegaraan (civic education) pada khalayak.

Media pers mengerti bahwa actor politik bereaksi terhadap isu politik yang disiarkannya. Pemahaman ini menjadikan media pers merasa bahwa dirinya bisa menjadi agen dalam memantapkan agenda actor politik. Akibatnya seringkali media pers memanfaatkan keberadaannya sebagai actor politik.

Sebagai actor politik, wartawan memiliki beberapa pilihan, partisan atau netral, subjektif atau objektif, pengawal atau pembawa pesan. Subjektif berarti lebih banyak unsure pribadi sehingga analisis lebih mendominasi dibanding reportase. Sedang objektif berarti hanya reportase saja.

Ketika wartawan mengetahui atau menyadari bahwa mereka adalah actor politik, mereka cenderung untuk partisan, subjektif, dan berperan sebagai pengawal pesan. Maka berita yang mereka hasilkan cenderung bersifat tendensius.
Dalam demokrasi di Amerika Serikat, menurut Michael Schudson, terdapat tiga model jurnalisme politik, yaitu :

1. Model Pasar

Para wartawan melayani khalayak dengan menyajikan apa-apa yang dingini khalayak. Jurnalisme = alat pasar.

2. Model Advokasi

Para wartawan melayani khalayak dengan menjadi agen yang mentransformasikan perspektif partai politik. Jurnalisme = propagandis perspektif parpol.

3. Model Lembaga Amanah

Para wartawan menyediakan informasi yang mereka percaya harus menjadikan khalayak sebagai partisipan dalam demokrasi. Jurnalisme = Pekerjaan intelektual yang berpihak pada masyarakat.

Model ketiga inilah yang seharusnya diterapkan. (1998 : 134)

Jika ingin melihat jurnalisme di Indonesia dalam kaitannya dengan system politik, kita harus melihat :

1. Apakah wartawan sebagai actor politik berada dalam model pasar, advokasi, atau lembaga amanah.

2. Apakah wartawan sebagai actor politik berperan sebagai partisan / netral, subjektif / objektif, pengawal / pembawa pesan


jika ingin belajar ilmu komunikasi secara lebih lengkap, silahkan klik di sini. (engish / Indonesia)

Label:

posted by Muhammad Agfian Muntaha Adiantho @ 16.04   0 comments
Minggu, 10 Januari 2010
Kaitan Jurnalisme Dengan Sistem Pers
Jurnalisme seringkali dianggap sebagai sesuaatu yang berjalan sendiri, padahal sebenarnya, jurnalisme adalah bagian apa yang disebut dengan sistem pers. Karena itulah, kita akan membahas mengenai kaitan antara jurnalisme dengan sistem pers.

Hal ini perlu diketahui agar tidak salah kaprah dalam memandang jurnalisme. Jurnalisme tidak berdiri sendiri, ia tergabung dalam system pers. Sistem pers tiap Negara berbeda, tergantung filsafat social yang dianut.

Makna system pers untuk jurnalisme adalah sebagai berikut. Sistem pers merupakan rumah jurnalisme. Sistem pers memberikan arahan pada jurnalisme. Sistem pers merupakan konteks jurnalisme yang memberikan perspektif. Jadi, system pers sangat pentingn untuk jurnalisme.

Paling tidak, selama ini ada 6 sistem pers di dunia. Sistem Libertarian, Otoritarian, Komunis, tanggung jawab social, media pembangunan, Media demokratik partisipan.

1. Sistem Libertarian
Ketika sebuah Negara menganut system pers libertarian, jurnalisme menjdai liberal. Media pers bebas menyiarkan berita sesuai paham yang dianutnya. Jurnalisme menjadi alat untuk mencerdaskan Khalayak. Masyarakat dianngap cerdas untuk menerima dan menyaring informasi apapun dari media. Tidak cocok digunakan di Indonesia, karena masyarakatnya masih menggunakan maluri bukan pikiran.

2. Sistem Otoritarian
Ketika sebuah Negara menganut system ini, jurnalisme terpasung. Media pers bebas mnyiarkan berita sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh rezim penguasa. Jurnalisme menjadi alat kekuasaan untuk menjajah rakyat. Sistem ini sempat dialami oleh Indonesia pada masa rezim Orde baru.

3. Sistem Komunis
Ketika sebuah Negara menganut system ini, jurnalisme terperangkap. Media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan nilai-nilai yang dikandung partai komunis. Jurnalisme menjadi salah satu alat propaganda komunis.

4. Sistem Tanggung Jawab Sosial
Ketika sebuah Negara menganut system ini, junalisme terkungkung. Media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan moral masyarakat. Jurnalisme menjadi alat untuk menjaga moral masyarakat. Masyarakat dianggap belum selektif dalam menerima dan menyaring informasi yang diberikan media.

5. Sistem Media Pembangunan
Ketika sebuah Negara menganut system ini, media terkooptasi. Media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan kaidah-kaidah pembangunan. Jurnalisme menjadi alat pembangunan. Pernah dialami Indonesia pada masa Orde baru.

6. Sistem Media Demokratik Partisipan
Ketika sebuah Negara menganut system ini, jurnalisme berkembang. Media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan kaidah demokrasi. Jurnalisme menjadi alat berekspresi. Sistem ini membawa konsekuensi : tidak adanya hubungan feudal.


bagi yang ingin belajar lengkap tentang ilmu komunikasi,silahkan klik di sini.(english / Indonesia )

Label:

posted by Muhammad Agfian Muntaha Adiantho @ 21.47   0 comments
Masalah Jurnalisme Yang Berkaitan Dengan Perkembangan Media
Pada dua postingan yang lalu sudah dibahas mengenai masalah-masalah jurnalisme yang sekarang berkembang, baik dari khalayak maupun dari wartawan. Akan tetapi, ternyata itu saja tidak cukup untuk menkategorikan maslah yang ada pada dunia jurnalisme saat ini. Ada masalah lain yang terkait dengan perkembangan media. Dan mari, tanpa perlu berlama-lama lagi, kita bahas masalah tersebut bersama-sama.

1. Media pers dipakai untuk meneguhkan posisi politik. Porsi berita yang berimbang, netral, relevan, dan benar jadi berkurang. Berimbang adalah keterangan berasal tidak hanya dari satu pihak saja. Netral adalah keterangan tidak sensasional dan didramatisir. Relevan adalah hubungan antara kejadian dengan ide yang disajikan. Benar adalah secara ontologism kejadiannya ada / empiris, berkonteks hukum foemal legalitas, berkonteks universal (keadilan atau kepantasan kemanusiaan universal), wacana dianggap benar dalam kehidupan public. Hanya 10 persen berita yang muncul di Indonesia menerapkan empat prinsip di atas.

2. Media pers lebih banyak dipakai untuk memenuhi kepuasan hiburan. Fakta yang tersaji merupakan fakta privat, bukan fakta public. Kepentingan yang terpenuhi adalah kepentingan subjektif media untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Contohnya dalah pemberitaan tentang gossip-gosip selebritis. Padahal berita berkaitan dengan orang banyak maka seharusnya berita : penting, bermanfaat, dan mempengaruhi.

3. Cybermedia dipakai untuk menyajikan realitas riil. Cybermedia menyiarkan realitas semu. Realitas semu memungkinkan lahirnya fantasi naratif dari imej. Cybermedia seharusnya menyajikan realitas psikologis (yang belum terjadi). Dan jurnalisme seharusnya menyajikan realitas sosiologis (yang sudah terjadi).

4. Media pers melemparkan terlalu banyak wacana. Akibatnya khalayak sulit memberikan penilaian moral, sehingga tidak dapat menangkap wacana yang penting. Contohnya adalah pemeberitaan kasus Bank Century. Media pers adalah area wacana (ruang produk yang independen dan terbuka). Wartawan bukan buruh, mereka harus memiliki intelektual untuk memenuhi dua criteria berita. Yaitu, menjelaskan persoalan dan merangsang orang untuk berpikir.


Source : mata kuliah Dasar-dasar JUrnalisme Ilmu Komunikasi Fisipol UGM tanggal 3 desember 2009 oleh Ana Nadhya Abrar.


kunjungi situs lengkap tentang komunikasi di sini. (english / Indonesia)

Label:

posted by Muhammad Agfian Muntaha Adiantho @ 02.28   0 comments
Kamis, 07 Januari 2010
Masalah Jurnalisme Yang Berkaitan Dengan Wartawan
Dewasa ini, jurnalisme di Indonesia makin berkembang pesat. Seiring dengan berakhirnya masa orde baru, kebebasan pers yang dijamin membuat para insan pers Indonesia dapat berkreasi lagi. Dan tentunya, kali ini tanpa ketakutan akan mendapat hukuman dari pemerintah. Namun, apakah itu berarti bahwa masalah jurnalisme dari wartawan sudah tidak ada? Ternyata salah, masalah-masalah itu masih tetap ada. Dan kali ini kita akan membahasnya, dengan harapan bahwa kelak masalah ini dapat diatasi. Walaupun untuk sekarang ini, rasanya sulit untuk mengatasi masalah tersebut.

Berikut adalah masalah jurnalisme yang berkaitan dengan wartawan.

1. Berkurangnya peran wartawan dalam
a) Mencerahkan pikiran khalayak
b) Meningkatkan martabat khalayak
c) Memperbesar semangat khalayak menjalani kehidupan
d) Menjaga moral khalayk demi mengutamakan kepentingan media tempat mereka bekerja

Wartawan sendiri memeiliki 3 unsur di dalam dirinya. Yaitu adalah idealisme (berkaitan dengan 4 hal di atas), jurnalisme, dan media (keharusan memframing menggunakan framing media).

Apabila ingin meningkatkan martabat khalayak maka berita-berita yang ditampilkan harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Seperti tentang lapangan kerja, pangan, dll.

Untuk mencerahkan pikiran khalayak berita harus jelas. Namun kebanyakan berita sekarang ini hanya mencari aman.

Masalah di atas akan dihadapi oleh seorang wartawan yang idealis ketika harus mengutamakan kepentingan media.

2. Menyeimbangkan keinginan beropini dengan profesionalisme dalam bereberita kepada khalayak. Wartawan adalah manusia yang berakal dan berpikir sehingga memerlukan penyaluran pikiran. Apalagi seorang wartawan mengetahui banyak informasi termasuk yang rahasia.

3. Wartawan tidak dapat berempati terhadap penderitaan orang. Baik yang berasal dari struktur social maupun yang bersifat individual. Karena dorongan media untuk selalu menyajikan berita yang menarik. Padahal, secara konseptual, berita harus berpihak pada pihak yang menderita, seperti korban bencana lumpur Lapindo, Situ gintung, dll.

4. Terjerumus menjadi corong narasumber karena begitu seriusnya menggali pendapat narasumber.

5. Lupa pada cita-cita mereka tentang masa depan khalayak demi mengikuti segala peraturan yang dikeluarkan media tempat mereka bekerja.

Apabila menjadi wartawan, seseorang harus :
1. Peka terhadap kehidupan khalayak, mulai dari persoalan sampai dengan cita-cita mereka.
2. Ikut ambil bagian untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi khalayak
Karena dua hal di atas, wartawan dianggap memiliki Idealisme.


bagi yang ingin belajar lengkap tentang ilmu komunikasi,silahkan klik di sini.(english / Indonesia )

Label:

posted by Muhammad Agfian Muntaha Adiantho @ 23.14   0 comments
Rabu, 06 Januari 2010
Masalah Jurnalisme Yang Berkaitan Dengan Kondisi Khalayak
Ada beberapa masalah dalam jurnalisme yang berkaitan dengan kondisi khalayak. antara lain adalah sebagai berikut :

1.Belum Peduli terhadap masalah yang dilaporkan
Misalnya masalah lingkungan hidup.Seorang Wartawan Kompas, Agnes aristiarini pernah menulis, " tak terdeteksi kerisauan masyarakat, mmeski harian ini sudah bertahun-tahun memaparkan maslah polusi udara."

2. Tidak merespons berita secara proporsional
Karena tidak mempertimbangkan nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan sosial masyarakat dan kehidupan politik negara.
Contohnya berita tentang masalah HIV/AIDS

3. Belum kritis
Akibatnya, masyarakat mudah terprovokasi, gampang terpancing dan mudah terperdaya.
Mereka tidak waspada bahwa realitas media bukanlah realitas sosial yang riil

4. Merasa teralienasi
Karena tidak memperoleh informasi tentang kejadian yang sebenarnya.
Contohnya berita politik. Masyarakat bingung menempatkan diri mereka. Mereka tidak mengerti distribusi pendapat umum. Mereka tidak paham pendapat umum yang dominan.

5. Tidak punya komitmen terhadap berita
Akibatnya, masyarakat tidak peduli terhadap berita yang sampai kepada mereka. Mereka tidak pernah memberikan feed back tentang berita. Mereka tidak mau mengkritisi berita


source : Presentasi dari Ana Nadhya Abar pada kegiatan perkuliahan dasar jurnalisme Fisipol Komunikasi UGM.

Lihat situs tentang komunikasi lebih lengkap di sini. (inggris / Indonesia)

Label:

posted by Muhammad Agfian Muntaha Adiantho @ 18.09   0 comments
About Me

Name: Muhammad Agfian Muntaha Adiantho
Home: Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.

Links
Powered by

BLOGGER